[SUARA HATI] nancy samola

19 Agustus 2009

Ketika Tulisan Saya tak Diposting Kompasiana

Filed under: Agama,Media — nancysamola @ 10:43
Tags: , ,

Diposting di kompasiana.com pada 8 Juli 2009

PAGI TADI, saya cuma bisa menghela nafas, ketika membuka situs kompasiana.com. Kemarin sore sebelumnya, saya mengirimkan sebuah tulisan, berharap agar diposting pada malam harinya. Patut dimaklumi, kalau menjelang Pilpres 2009 ini, banyak tulisan yang antri di “public blog kompasiana”.

https://i0.wp.com/nurulloh.kompasiana.com/files/2009/06/kompasiana-baru.jpg

kompasiana

Sedihkah tulisan saya tak diposting Tim Redaksi Kompasiana? JIka dari kacamata profesi saya sebagai dosen yang tak terkait ilmu jurnalistik, tentulah hal itu tak mengapa. Tapi, hati kecil saya mengatakan, apa yang salah dalam tulisan saya berjudul “Lagi-Lagi Berita Miring Kerukunan Umat Beragama” ? Apakah tulisan saya provokatif dan dapat menimbulkan keresahan? Bagi saya tidak. Saya hanya memberi gambaran kerukunan umat beragama, setidaknya 5 tahun terakhir. Lantas, apa penyebab tulisan saya berstatus “unpublished”.

Saya sependapat dengan anggota PublicBlog Kompasiana, Ragile, yang prihatin masa edar public blogger pada beranda depan (home page) hanya 3 jam. Padahal sebelumnya masa edar sampai 7 jam yg memberi kesempatan hidup postingan public blogger lebih lama dan rasional. Mungkin inilah salah satu faktor, kenapa tulisan saya harus berkompetisi dengan puluhan anggota lainnya. Bisa jadi, tulisan saya dianggap Tim Redaksi kurang baik, dari beberapa tuliasan yang terbaik. Atau mungkin, tulisan saya kebetulan saat dilakukan moderasi “dinilai paling buruk” dari tulisan buruk.

Tanpa bermaksud mencari kambing hitam, saya berusaha berpikir positif. Tulisan saya berjudul “Lagi-Lagi Berita Miring Kerunan Umat Beragama” tersebut, bisa jadi bernuansa sensitif menjelang Hari Pencontrengan dan mengandung unsur black campaign. Yang saya tahu dari ilmu jurnalistik, hal itu tak perlu dikuatirkan, karena ada sebuah sumber link berita yang saya ambil dari situs berita Jawapos.

Awalnya saya berharap, tulisan tersebut dapat menjadi sebuah sumber inspirasi bagi semua pembaca kompasiana, tentang adanya fakta kerukunan umat beragama di Indonesia. Selama ini, berita-berita tentang aksi massa yang melibatkan kelompok mayoritas dan minoritas, sering tak mendapat tempat yang layak di media untuk diperbincangkan.

Akhirnya, saya cuma bisa berharap, semoga ada solusi dari tulisan yang tak terpublikasi, apalagi hal itu mencakup kebenaran dan fakta di lapangan. Jika informasi penting belum dimuat di situs kompas.com, saya pikir, tak ada salahnya mengemasnya ke dalam kompasiana. Tak perlu khawatirlah, pembaca kompasiana adalah user internet yang sudah cukup cerdas, sehingga tak usah khawatir secara berlebihan. Apalagi ada tools interacktive di bagian bawah postingan, maka penulis dapat berkomunikasi dengan para komentator. Hare gene gak masalahlah, berinteraksi dengan komentator real, maupun yang fiktif.

Sebagai solusi teknis, mungkin sudah dapat dipertimbangkan, agar ada satu link baru di kompasiana yang isinya adalah postingan penulis PublicBlog Kompasiana yang berstatus unpublished. Dengan cara demikian, kita semua dapat mengetahui tulisan-tulisan apa yang “diharamkan” Tim Redaksi. Bisa jadi dengan cara demikian, tulisan tersebut lebih memicu semangat interaktif dengan pembaca lainnya.

(Nancy Samola, aktivis Komunitas Lentera)

28 Juli 2009

Ibu Negara dan Jilbab Barunya

Filed under: Agama,Politik — nancysamola @ 10:43
Tags: , , , , , ,

Diposting di Kompasiana.com pada 31 Mei 2009

TAK BIASANYA, Ramlah Umar, sahabat saya yang juga aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), menelepon saya dan langsung curhat soal perkembangan politik di Jakarta. Memang, sudah lama kami tak bersua, sejak tahun lalu saya di Manado.

Kali ini, Ela–sapaan sahabat saya itu–bercerita tentang kegiatannya beberapa waktu lalu, saat PMII menggelar acara Hari Kelahiran PB PMII di Balai Kartini Jakarta. Dalam kegiatan itu, Ibu Ani Yudhoyono hadir sebagai tamu undangan. Tapi kali ini sungguh berbeda. Berbeda dengan biasanya, kali ini Sang Ibu Negara tampil mengenakan jilbab dan busana Muslim.

Di sinilah ‘gosip’ kami menghangat.

Saya langsung bertanya, apa yang dilihatnya itu benar-benar Ibu Ani Yudhoyono? Saya cuma khawatir, kalau Ela keliru. Tapi ternyata, memang benar Ibu Ani. Karena setelah mengikuti acara seremoni PMII, kalangan jurnalis langsung berupaya menodong sejumlah pertanyaan. Tentunya, terkait penampilan baru Ibu Ani.

Berita hebohnya lagi, Ibu Ani Tampil Berjilbab di Poster yang dibagikan kepada para peserta Silaturahim Nasional Koalisi Parpol Pendukung SBY-Boediono, Sabtu (30/5) di PRJ Kemayoran, Jakarta Pusat. Istri SBY, Ani Yudhoyono, tampak ayu dengan setelan pakaian muslim dan jilbab bernuansa warna hijau.

Poster itu sendiri merupakan poster berisi “Program Pro Rakyat SBY”, yang diletakkan di kursi para pendukung koalisi parpol yang merupakan pengurus partai koalisi dari seluruh Indonesia. Tampilan berbeda yang dikenakan Ibu Ani memang menjadi menarik, ditengah isu jilbab yang santer dijadikan sebagai salah satu daya tarik.

Salah satu partai koalisi, Partai Keadilan Sejahtera, menjadi partai yang sangat terbuka menyuarakan bahwa jilbab menjadi salah satu faktor yang bisa mengajak pemilih untuk memilih pasangan tersebut. Apalagi, istri pasangan kompetitor, Jusuf Kalla dan Wiranto, mengenakan jilbab. Partai Demokrat sendiri berharap, isu jilbab tidak dipolitisasi menjelang pemilu presiden.

Sebelumnya, Koordinator Operasional Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, Yahya Sacawirya, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan ikut-ikutan terbawa dengan isu tersebut dan membiarkan semuanya mengalir secara alamiah.

Lantas, apa alasan Ibu Ani tiba-tiba berjilbab? Itu yang membuat saya penasaran, apalagi sejumlah situs berita internet tak memuat pernyataan beliau. Saya berusaha berpikir logis, mungkin jika berita tentang penampilan busana baru Ibu Ani, masih dianggap kurang menarik, jika dibandingkan dengan perang wacana capres-cawapres.

Saya mulai mencari tahu asal mula busana Ibu Ani. Hati saya kemudian sedikit tergelitik, ketika membaca berita Hati Kader PKS Ada di Jilbab Istri JK-Wiranto. Dalam berita itu, Partai Keadilan Sejahtera mengakui bahwa hati sebagian kadernya berpihak pada pasangan Jusuf Kalla-Wiranto meskipun keputusan formal partai memutuskan berkoalisi dengan Demokrat dan menyukseskan pasangan SBY-Boediono. Malah menurut Wakil Sekjen DPP PKS Zulkieflimansyah, alasan keberpihakan pada JK-Wiranto cukup sederhana, istri dari kedua kandidat itu mengenakan jilbab.

Inikah alasan Ibu Ani yang lantas mengenakan busana Muslim?

Saya berupaya mencermatinya dan mengesampingkan ranah agama. Apalagi setelah berita itu bergulir, Partai Demokrat mengaku telah menegur Presiden PKS Tifatul Sembiring karena salah satu kadernya mengembuskan isu jilbab istri-istri pasangan calon presiden dan wakil presiden yang menyudutkan pasangan SBY-Boediono. Partai Demokrat menilai hal tersebut sebagai politisasi atribut agama menjelang pemilu presiden.

Bagaimana dengan Bu Mega? Tampaknya Capres Megawati Soekarnoputri yang berpasangan dengan Prabowo Subianto sebagai cawapres, dengan jargon Mega-Pro, menyatakan enggan latah berjilbab. Menurut Mega, sejak ia kecil, Bung Karno selalu mengatakan agar dirinya berpakaian sesuai jati dirinya tanpa latah mengikuti orang lain. ”Jadilah diri sendiri. Bagi saya hal itu yang sangat penting,” begitu kata Mega.

Kembali ke soal busana baru Ibu Ani. Saya sangat sependapat dengan Ibu Negara, jika sikapnya mengenakan jilbab dan busana Mulim, berasal dari niat dan hati yang bersangkutan. Tentunya, ini adalah sikap pribadi dari seorang perempuan Muslim.

Sama halnya dengan Ela, sahabat saya, yang menjelang Pemilu Legislatif 2009 lalu, tiba-tiba mengenakan jilbab. Awalnya saya agak kikuk, tapi ternyata itu cuma sementara. Ela tetap menjadi salah satu sahabat saya, yang enak diajak ‘gosip’ soal politik. Bahkan ketika ia gagal meraih kursi di DPR RI, Ela tetap mengenakan jilbabnya. Itu yang saya salut.

(Nancy Samola, aktivis Komunitas Lentera)

Blog di WordPress.com.