HARI INI Senin (20/7) jenasah korban pemboman Hotel JW Marriott, Evert Mokodompis, 33 tahun, rencananya dikuburkan di Tempat Pemakaman Umum Joglo Jakarta Barat. Almarhum Evert adalah seorang dari 9 korban tewas akibat aksi teror bom, di 2 hotel berbintang Jakarta Jumat lalu (17/7).
Evert meninggalkan istri dan dua anaknya. Anak pertama Angel berusia empat tahun, sedangkan anak yang kedua, baru saja lahir pada Sabtu 18 Juli 2009, setelah ledakan bom merenggut kehidupan Evert. Istri korban, bernama Ratna, terpukul dengan fakta kematian itu. Ratna baru diberitahu kematian Evert hari Minggu (19/7).
Sedihnya membaca berita ini. Almarhum Evert adalah Chef Banquet yang berstatus sebagai karyawan di Hotel JW Marriot. Saat bertugas di hari nahas, ia tengah menantikan kelahiran putera keduanya. Sehari setelah Evert tewas, Sabtu (18/7), sang istri melahirkan.
Dalam pengamatan saya, Sang Istri dan anak almarhum baru saja lolos dari maut. Dan, berhasilnya proses persalinan ini atas dukungan pihak keluarga dan kerabat, yang ‘sengaja’ tak memberi-tahukan informasi keberadaan korban ketika ledakan bom terjadi.
Lahirnya bayi Evert sengaja dikondisikan, agar Sang Ibu ‘diasingkan’ dari gencarnya berita dan publikasi bom di media massa khususnya televisi. Jika Sang Ibu mengetahui adanya peristiwa tersebut menjelang persalinan, dikhawatirkan akan mengguncang mental dan jiwanya, yang pada akhirnya dapat mengganggu proses persalinan.
Semoga ini dapat menjadi contoh untuk kita semua, agar senantiasa menjaga proses persalinan ibu yang akan melahirkan, demi keselamatan ibu dan sang bayi. Meski Sang Teroris berhasil mencabut sejumlah nyawa manusia, tapi nyawa seorang bayi dapat terselamatkan dari teror tak langsung.
Inilah good news tersebut!
Kita jangan sampai terbelenggu oleh pemberitaan duka korban dan lambannya penyelidikan aparat penegak hukum. Mari, jadikan sekecil apapun berita kemenangan korban, di balik teror bom Mega-Kuningan. Bagi saya, berita seperti ini adalah kekalahan Teroris, yang awalnya merasa berhasil menebar kecemasan di kalangan masyarakat. Minimal, tak 100 persen teror yang telah diciptakan, sudah mampu membuat masyarakat takut.
Media harus berperan kuat memberikan penguatan-penguatan sosial. Seburuk apapun peran pemerintah dan aparat dalam mengungkap tabir aksi-teror, kondisi tatanan publik seperti ini merupakan kemenangan tersendiri dalam upaya memerangi kejahatan terorisme. Masyarakat tentunya secara tak sadar telah paham untuk menyembunyikan informasi, agar tak mengganggu proses alamiah dalam sebuah kehidupan.
Tapi yang jelas, Pemerintah juga tak boleh lupa tanggung jawabnya. Selain menangkap dalang di balik ini semua, para korban bencana harus mendapat perhatian serius, demi kelangsungan hidup mereka selanjutnya.
Cukup sudah cerita pilu para korban teror bom sebelumnya. Sudah banyak kisah menyedihkan para korban yang menderita cacat seumur hidup, sulit mendapat tempat layak di masyarakat. Maka mulai saat ini, siapa pun yang menjadi korban, sudah selayaknya dilindungi dan dipelihara oleh negara. Mereka yang kehilangan pekerjaaan, wajib diberikan tunjangan sosial yang layak. Dan mereka yang menjadi yatim-piatu, harus diberikan pendidikan hingga dewasa. Itulah kekalahan teroris!
(Nancy Samola, aktivis Komunitas Lentera)