[SUARA HATI] nancy samola

20 Agustus 2009

H1N1+H5N1=Siaga 1?

Filed under: Kesehatan,Politik,Sosial — nancysamola @ 10:43
Tags: , , ,

Diposting di kompasiana.com pada 16 Juli 2009

OALA… Hari ini saya kena flu. Mungkin, ini lantaran beberapa hari ini saya begadang untuk menyelesaikan tugas di kampus, dan tak diimbangi dengan istirahat yang cukup. Pagi tadi, saya sudah mengkonsumsi obat infuenza, yang selama ini dipakai turun-temurun oleh keluarga. Dan tentu, mungkin karena sugesti, saya berharap segera pulih, supaya tak mengganggu aktivitas saya.

Tapi, sugesti yang saya harapkan kali ini, tampaknya kurang berpihak. Mungkinkah karena saya membaca berita di situs kompas.com berjudul “A-H1N1, Jumlah Korban Positif 142 orang” ? Informasi ini tentunya mengejutkan, karena rasanya, saya menganggap pasien H1N1–yang pernah disebut-sebut flu babi–hanya beberapa saja. Karena berita inikah, flu saya jadi sulit sembuh?

Bu Menkes Siti Fadilah Supari tampaknya makin teliti dalam tugasnya sebagai abdi negara. Beliau tampaknya sudah sangat paham kondisi di lapangan, setelah belajar dari kasus flu burung. Cuma masalahnya, pernyataan Bu Menteri tadi malam (15/7) itu, kok bikin dengkul saya jadi lemas. Ia bilang, “Meskipun angka kematian influenza A-H1N1 di dunia sangat rendah yakni 0,4%, namun penularannya sangat cepat.”

Bolehlah bersikap kritis, tapi mbok ya, jangan nakutin gitu lho Bu…

Untungnya, ada imbauan Bu Menteri kepada masyarakat, yakni agar tetap waspada dan senantiasa membiasakan pola hidup bersih dan sehat diantaranya mencuci tangan dengan sabun, dan melaksanakan etika batuk dan bersin yang benar. Apabila flu dalam 2 hari tidak membaik segera ke dokter. Kemudian, jika ada gejala Influenza, maka gunakan masker dan tidak ke kantor, ke sekolah atau ke tempat-tempat keramaian dan istirahat di rumah selama 5 hari. Wah, yang terakhir saya tak setuju, karena 5 hari tak ngantor, bisa dianggap mengundurkan diri.

Masalahnya, di kota Manado tempat saya menetap ini, kabarnya sudah ada 2 pasien suspect H1N1 yang dirawat di ruang isolasi rumah sakit. Akibat berpikir pernyataan Bu Menteri itu, kini badan saya jadi lemas, dan ingin rasanya berbaring di kasur empuk.

Bagi saya, Bu Menteri jangan terlalu banyak omdo (omong doang). Publik sudah makin pintar untuk membedakan, mana pejabat pemerintah yang benar-benar bekerja, dan mana yang sekedar tebar pesona. Tentunya, adalah lebih bijak, jika Departemen Kesehatan mengamankan distribusi tamiflu, obat lisensi Badan Kesehatan Dunia WHO, karena kabarnya disediakan sebanyak 3 juta tablet tamiflu.

Malah, pemerintah seyogyanya tetap memantau penularan virus avian influenza H5N1 (flu burung), serta memetakan sebarannya untuk mencegah terjadinya percampuran dengan virus influenza A (H1N1) yang dikhawatirkan dapat memunculkan jenis virus influenza baru yang lebih ganas dan mematikan. Sudahkah jajaran Departemen Kesehatan sadar akan hal ini?

Seberapa Bahaya H5N1+H1N1 ?

Selama ini kalangan ilmuan mengatakan, kematian yang terjadi pada pasien positif influenza A-H1N1 pada umumnya disebabkan karena penyakit lain yang menyertainya seperti orang dalam kondisi lemah. Kepala Laboratorium Penelitian Flu Burung Universitas Airlangga Chairil Anwar Nidom mengatakan, virus influenza A (H1N1) masih labil dan kemungkinan masih ada virus AI H5N1. Kalau ada mediator, keduanya bisa bercampur dan memunculkan jenis virus baru yang mungkin lebih ganas. Nah, saya lebih senang ‘ditakuti’ oleh narasumber yang berkompeten, daripada sama Bu Menteri.

Saya sepakat dengan Pak Nidom, pemerintah harus memetakan lagi sebaran virus AI H5N1 pada unggas dan manusia serta mengambil tindakan yang diperlukan untuk mencegah terjadinya percampuran. Percampuran antara sub-sub tipe virus influenza A (H1N1) dan H5N1 dapat memunculkan banyak varian virus influenza A, yang salah satunya mungkin lebih mematikan dan berpotensi menimbulkan pandemi. “Kalau sudah begitu, bukan hanya Indonesia saja yang terancam, seluruh dunia juga akan ikut terancam,” kata Nidom.

Hore.. Akhirnya saya benar-benar takut..!!

Nah, sudah saatnya pemerintah pusat melakukan koordinasi dengan instansi terkait, untuk mencegah penyebaran influenza A H1N1 yang lebih luas di Indonesia. Upaya itu misalnya: penguatan Kantor Kesehatan Pelabuhan, penyiapan RS rujukan, penyiapan logistik, penguatan pelacakan kontak; penguatan surveilans ILI, penguatan laboratorium, komunikasi, edukasi dan informasi. Upaya lainnya berupa community surveilans yaitu masyarakat yang merasa sakit flu agak berat, seharusnya mendapat pelanyanan di Puskesmas, sedangkan yang berat bisa ke rumah sakit.

(Nancy Samola, Aktivis Komunitas Lentera)

Nasib Anggota Paduan Suara RI di Seoul

Filed under: Kesehatan,Mancanegara,Media — nancysamola @ 10:43
Tags: , , , ,

Diposting di kompasiana.com pada 15 Juli 2009

SEORANG perempuan muda di Medan membuat saya terkejut, saat mengirim massage lewat Facebook. Saya memang tak mengenal perempuan Batak tersebut, karena ia belum terkoneksi menjadi teman dalam account Facebook saya. Tapi bukan itu yang membuat saya terkejut. Saya nyaris shock, karena massage-nya berisi tentang keluhan peserta Lomba Paduan Suara asal Indonesia, yang diperlakukan ‘kurang manusiawi’ setelah tertular virus H1N1.

https://i0.wp.com/www.ioe.ucla.edu/ctr/research/AvPath/influenza_A_virus.GIF

flu babi

Awalnya, saya ragu untuk mengabarkan informasi ini kepada rekan-rekan Kompasiana dan jurnalis di Kompas, khususnya tim moderator yang memberi inspirasi saya untuk menulis. Kekhawatiran saya beralasan, jika memposting info ini, bisa dianggap menyebarkan berita bohong, sekaligus memicu keresahan para pembaca setia Kompasiana.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada pihak keluarga dan kerabat paduan suara, izinkan saya memposting massage tersebut. Postingan ini sengaja saya tayangkan, untuk mengungkap ‘behind the news’ di Korea Selatan (Korsel). Sekaligus, perlunya komitmen redaksi mengejar berita follow up dan fokus pada peristiwa yang dilakukan rekan-rekan jurnalis, terutama desk internasional.

TODAY is our 4th day of being quarantined, and it doesn’t seem everything is going to be better. There were 10 members of our group hospitalized since yesterday. This morning, another 2 persons hospitalized (in Masan Hospital? I m not sure). Other members are relatively healthy. I myself got a mild fever this morning (about 37.5 Celsius) and doctor gave me Tamiflu for 5 days. There are several people have already prescribed with Tamiflu since 9 July.

Until yesterday, we could still go out of the dorm to the convenience store and canteen to buy some snacks and light meals like sushi and instant noodles. Today, they tighten the security and do not allow us to go out of the building. We must stay in the building (level 5 and 6 only).

Children are not happy here. There are no facilities. Only room (two persons in one room) without aircon and no TV. Gladly, there are still few computers at level 6 to connect to the internet. We can use the internet until 11.30 pm. Food is relatively bad. Yesterday was the worst. Food came late. This is what has happened: no breakfast. Actually breakfast is a compliment from the dorm, but our group could not get it because we are isolated.

lunch came at 3pm. only pizza. limited amount, so each person can only take 2 slices. dinner came at 9pm. with pork. many of our members do not eat pork, then they didn’t eat last night.

this morning’s breakfast was only one soft bread per person. today’s lunch was very spicy. I myself (and some other people) cannot take spicy food, then I only ate the rice. another meal came around 4pm. I’m not sure whether it is for lunch, dinner, or for tomorrow?

MOHON untuk menggunakan sisi lain dalam mencermati informasi ini. Saya memberanikan diri untuk menggunakan sisi lain, untuk mereka-reka kondisi sebenaranya anggota paduan suara asal Indonesia, yang sejak pekan lalu diisolasi di rumah sakit karena terkena H1N1 atau nama lain dari flu babi.

Jumlah WNI yang menjadi delegasi Indonesia dalam festival paduan suara Asian Choir Games itu sebanyak 366 orang yang terbagi dalam sembilan grup. Mereka menginap di tiga tempat, yaitu 168 orang di Inje University, 115 orang di Masan University, dan 83 orang di penginapan lainnya. Mereka terdiri dari Paduan Suara Interna Jog’s Voice Yogyakarta (32 orang), PSM Universitas Hasanuddin Makassar (32 orang), Bitung City Chorale (43 orang), Vocafista Angels (51 orang), PSM Universitas Negeri Manado (34 orang), Elfa Music School (83 orang), Gorontalo Inovasi Choir (34 orang), PS Timutiwa (32 orang), dan Riau Female Choir (25 orang).

Indonesia ‘hanya’ meraih satu medali emas di ajang Asia Choir di Korsel. Indonesia gagal menambah medali, karena tidak melanjutkan lomba demi menghindari flu babi. Saya masih ingat, pada ajang tahun-tahun sebelumnya, senyum lebar mereka mewarnai kibaran bendera “Merah-Putih”, karena banyak mendulang medali emas dari beberapa kategori.

Sejak Sabtu 11 Juli 2009, sebanyak 12 dari 28 anggota rombongan Elfa’s Music School yang mengikuti Festival Paduan Suara Asia di Provinsi Gyeongnam, sekitar 400 kilometer di selatan Seoul, Korea Selatan, menjalani perawatan di sebuah rumah sakit karena positif terinfeksi influenza A-H1N1. Dalam berita yang terkhir dirilis di surat kabar Kompas, orang tua dari anggota rombongan Elfa’s Music School, mengatakan, kondisi anaknya sudah berangsur membaik dan tidak lagi menderita demam.

Tapi inilah anehnya, peserta anak-anak dari Elfa’s Music School, hingga kini belum diizinkan tim medis Korsel untuk pulang ke Tanah Air. Parahkah kondisi anak-anak yang menderita H1N1?

https://i0.wp.com/www.chevroncars.com/learn/flags/img/South-Korea-flag.gif

bendera korea selatan

Duta Besar RI untuk Korea Selatan Nicholas T Dammen (Senin, 13 Juli 2009) membenarkan 13 anak yang terdeteksi terinfeksi virus flu A-H1N1. Mereka kini dirawat di National Hospital di Masan di selatan Korea Selatan. Saya pecaya ucapan Pak Dubes, tapi sayang, itu cuma sesaaat. Pejabat kesehatan Korea Selatan, kemudian mengonfirmasi lagi 40 kasus influenza A (H1N1), sehingga jumlah kasus flu babi di Korsel mencapai 535 kasus. Pasien-pasien tersebut, termasuk 24 orang Indonesia, positif mengidap virus H1N1 setelah menunjukkan gejala flu.

Seperti dikutip dari kantor berita Yonhap, warga Indonesia tersebut tiba di Korsel pekan lalu untuk berpartisipasi dalam kompetisi paduan suara. Padahal, jumlah WNI yang mengidap virus H1N1 sampai Senin pagi masih 15 orang, namun dalam jangka waktu 24 jam jumlahnya terus bertambah.

Esoknya, Selasa 14 Juli 2009, ternyata ada 32 orang yang tergabung dalam rombongan Paduan Suara Mahasiswa (PSM) Universitas Hasanuddin, Makassar saat ini tertahan di Korea Selatan. Mereka belum bisa diizinkan pulang ke Indonesia setelah tiga orang yang ikut dalam rombongan tersebut, terkena virus H1N1. Ini berarti ada penambahan 8 pasien suspect H1N1.

Lantas, bagaimana update terkini dari Seoul? Nihil! Yang ada cuma sebuah massage dari Medan. Itupun hanya email dari seorang Panitia Asian Choir Games, yang masih diragukan kebenarannya. Tapi bagi saya, informasi sekecil apapun dalam sebuah peristiwa, tidak boleh dipandang sebelah mata.

Sebuah info entah dalam bentuk kata-kata ataupun sibol alam dan bahasa tubuh, tentu sangat berguna untuk merencanakan tindakan lebih matang. Minimal, tindakan itu sangat berguna untuk lebih menyelamatkan nyawa anak-anak, yang kabar beritanya tak ter-cover media massa.

Dan tentunya saya berharap, pemerintah RI segera melakukan langkah antisipasi cepat dan strategis, untuk menembus akses informasi kondisi warganya di luar negeri yang terkena masalah. Dan tentunya, jika info tersebut sudah didapat ataupun belum didapat, maka instansi terkait, seperti Departemen Luar Negeri dan Departemen Kesehatan, bersikap terbuka memberikan perkembangan nasib WNI di Korsel.

(Nancy Samola, aktivis Komunitas Lentera)

21 Juli 2009

Antara Koalisi, Flu Babi dan Saya

Diposting di Kompasiana 30 April 2009

TERKEJUT. Itulah kata pertama yang muncul, ketika saya membaca berita di sebuah situs berita internet, yang menyebutkan PDI Perjuangan mengungguli Partai Demokrat dalam perolehan suara Pemilu Legislatif 2009. Ini memang hasil sementara. Tapi ibarat kemarau panjang, informasi ini ibarat segelas es teh manis di padang gurun.

Sebelum berita ini dilansir, sebagian besar media massa tampak asyik menampilkan manuver politisi menjelang Pemilu Presiden. Keasyikan media beberapa pekan ini, nyaris mengesampingkan titik jenuh masyarakat. Bukan lantaran tak menyukai perkembangan politik Tanah Air, tapi publik sudah bosan dengan warna parade monoton yang sepi penonton.

Lantas, apa hubungannya dengan flu babi?

http://puskesmaspajangan.files.wordpress.com/2009/05/flu-babi.jpg

ilustrasi virus

Virus mematikan asal negeri Mr.Sarmento ini, mampu mengalih isu. Bahkan, pejabat Departemen Kesehatan langsung kebakaran jenggot. Hadirnya kasus ini setidaknya telah menghidupkan mesin penangkal yang sudah dimasukkan ke dalam gudang. Padahal, kasus flu burung belum benar-benar berakhir.

Rapat pun digelar. Strategi dan perencanaan yang dianggap matang, disusun. Dan seperti biasa, sejumlah anggaran dana diajukan ke Sang Kasir, Bu Sri Mulyani. Uniknya, langsung cair!

Pentingkah antisipasi itu? Ya, penting tentunya. Tapi ini bukan soal keberpihakan masyarakat, karena itu adalah tugas pemerintah. Ini adalah soal kewajiban pemerintah, dalam melindungi setiap warganya.

Sayangnya, sampai saat ini penanganan flu babi lebih mirip dengan penanganan kasus virus menular lainnya. Setelah pneunomia, mulut-kuku, SARS dan flu burung, antisipasi flu babi berjalan di tempat. Yang terlihat di publik, para pakar kesehatan dan pejabat Depkes, menyanyikan lagu paduan suara. Lagu yang enak didengar, meski hanya sesaat dan untuk dikenang.

Bagi saya, perkembangan kasus flu babi mirip dengan atraksi politisi saat ini. Meminjam istilah kawan saya Iskandar Sitorus dari LBH Kesehatan, istilah ”babi” itu kependekan dari ”banyak bicara”. Kali ini, Iskandar yang bicaranya berapi-api itu, ada benarnya. Politisi, pejabat publik dan para pakar, berlomba-lomba bicara, terutama di depan wartawan.

Mudah-mudahan mereka belum lupa, kalau penanganan di lapangan lebih penting dilakukan, tanpa harus dipublikasikan. Dan jika mereka khilaf, maka itu artinya saya, akan kembali terkejut di depan layar komputer, ada apa gerangan berita yang bikin heboh lagi.

(Nancy Samola, antivis Komunitas Lentera)

360 Berita Gizi Buruk Selama Satu Tahun Terakhir

Filed under: Kemiskinan,Kesehatan,Sosial — nancysamola @ 10:43
Tags: ,

Diposting di Kompasiana 8 Mei 2009

ilustrasi

MASIH ingat Monica Monteiro, anak penderita gizi buruk di Desa Oebelo Kupang Nusa Tenggara Timur, yang akhirnya meninggal dunia awal tahun 2009? Mudah-mudahan Anda belum lupa 10 bayi di Kabupaten Kediri Jawa Timur, yang meninggal dunia akibat mengalami gizi buruk selama tahun 2008.

Nah, di tengah hiruk-pikuk penangan pandemi flu babi dan tontonan koalisi yang monoton, ternyata sebuah berita kecil menyelip dan nyaris tak terpantau media massa. Candra Ageng Hermawan, seorang balita umur 33 bulan warga Dusun Jatirowo Jombang, Jawa Timur, masih tergolek lemah di salah satu bangsal perawatan RSD Jombang. Candra yang dirawat di rumah sakit itu sejak Senin (4/5) sore berdasarkan diagnosis tim dokter dipastikan mengalami marasmik kwarshiorkor atau gizi buruk.

foto: Kompas

Lantas, apa menariknya berita tersebut?

Sepintas, itu memang berita biasa. Sama seperti berita lainnya yang biasa terdapat di radio, televisi, koran dan situs berita internet. Tapi, tak sengaja saya iseng menggunakan tools search kompas.com dengan menggunakan kata kunci “gizi buruk”. Dan, alamak!

Hasilnya ada 360 judul berita gizi buruk, setidaknya sepanjang satu tahun terakhir. Silakan kembali meng-klik, di situlah judul-judul di kompas.com tersimpan berita gizi buruk. Heran?

Semoga, kasus terakhir gizi buruk di Jombang Jawa Timur, dan ratusan kasus gizi buruk di berbagai daerah lainnya, bisa menjadi inspirasi bagi kita semua, untuk meningkatkan kepedulian sosial, khususnya bagi kepentingan anak-anak Indonesia, demi masa depan yang lebih baik.

(Nancy Samola, aktivis Komunitas Lentera)

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.